Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Kasman Singodimedjo, Pejuang Perintis


Pada waktu kesadaran bersatu diantara anak bangsa mulai tumbuh awal tahun 1920-an, mulailah terbentuk organisasi-organisasi pemuda yang menyandang nama daerah. Berdirilah Jong Java, Jong Sumatera, Jong Pasundan, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes dan lain sebagainya. Semua organisasi tersebut merasa betapa tidak enaknya menjadi anak jajahan.

Jong Java sebagai organisasi kedaerahan diketuai oleh Ir. Sjamsurizal yang kemudian dikenal menjadi Gubernur Jakarta yang pertama. Kasman Singodimedjo juga memiliki organisasi pemuda yang bernama Koetoardjosche Studerenden Board (KSB), sebuah perkumpulan pelajar di kota Kutoardjo. Melihat banyaknya muncul organisasi kedaerahan ini Kasman berpikir ini dapat menimbulkan konflik, atau dengan kata lain Kasman melihat perpecahan dalam wadah kedaerahan ini dapat berbahaya, padahal semuanya adalah putra putri nusantara. Oleh sebab itu, masih menurut Kasman, Jong Java harus berani menjadikan Islam sebagai dasar untuk mempersatukan seluruh organisasi kedaerahan ini. Ada yang setuju, ada juga yang tidak setuju, karena dalam Jong Java ada juga pemuda-pemuda yang bukan beragama Islam seperti dari Katholik, Protestan, Hindu dan lain-lain. Sjamsurizal sebagai Ketua Jong Java saat itu setuju dengan gagasan Kasman.

Setelah diadakan sampai dua kali pemungutan suara, namun hasilnya banyak yang tidak setuju, sehingga sebagian anggota yang beragama Islam merasa sedih lalu mereka menemui Haji Agus Salim. Agus Salim menyarankan agar pemuda-pemuda Islam mendirikan satu organisasi yang benar-benar pelajaran Islam dapat dilaksanakan didalamnya, maka berdirilah Jong Islamiten Bond (JIB). Disinilah terlihat bahwa semangat keislaman dan kebangsaan diajarkan secara bersamaan, apalagi kita sedang dijajah Belanda.

Setelah JIB berdiri dan kegiatan-kegiatannya dimulai, muncullah ide untuk membuat kepanduan yang dipelopori oleh Kasman dan diberi nama National Indonesche Padvindery (Natipy) atau dalam bahasa Indonesia diartikan Kepanduan Nasional Indonesia. Dibentuklah cabangnya diberbagai daerah, Kasman menjadi instrukturnya, sehingga semangat untuk mempersatukan organisasi-organisasi kedaerahan ini dapat dilaksanakan dengan mudah. Sementara dinegeri Belanda juga muncul semangat nasionalisme yang dirintis oleh mahasiwa-mahasiswa Indonesia di belanda antara lain Bung Hatta, Ali Sostroamidjojo, Nazir Pamuntjak, Abdul Madjid dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka membuat perhimpunan pemuda pelajar Indonesia di negeri Belanda. Mereka beranggapan bahwa sudah waktunya merundingkan persatuan organisasi-organisasi pemuda Indonesia sehingga pada Juni 1928 dibentuklah pantitia kongres pemuda Indonesia yang diketuai oleh orang-orang dari Jong Java, Jong Sumatera, Jong Batak, Jong Celebes dan JIB yang kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 melahirkan sumpah pemuda.

Kasman lebih berkonsentrasi mengembangkan kepanduan diberbagai daerah dan organisasi sambil berceramah dan berpidato keagamaan yang membenci penjajahan dan penindasan.

Pada tahun 1937 ummat Islam mengadakan Kongres di Surabaya untuk menyatukan langkah maka lahirlah satu wadah perjuangan ummat Islam yang bernama Majelis Islam A'la Indonesia yang disingkat MIAI, anggotanya terdiri dari PSII, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama. Al Irsyad, Hidayatullah Islamiyah Banyuwangi, Al Khairiyah Surabaya dengan semboyan ”Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah bercerai berai”, yang pada gilirannya MIAI ini melahirkan Partai Islam Masjumi.

Pada tanggal 3 Maret 1942 pecahlah perang Pasifik. Para tentara Dai Nippon sudah mendarat dikepulauan Indonesia tanpa mendapat perlawanan yang berarti dari Belanda. Rakyat Indonesia merasa gembira karena telah lepas dari penjajahan Belanda. Namun kegembiraan itu tidak berlangsung lama karena bangsa Indonesia kembali dijajah oleh Jepang. Maret 1943 Jepang mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (PUTRA) pimpinannya diserahkan kepada Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Dewantara serta KH. Mas Mansjur dikenal dengan empat serangkai. Disisi lain Jepang mendekati para ulama dan kyai-kyai karena dilihat pengaruh mereka yang cukup kuat ditengah masyarakat. Bulan Oktober 1943 Jepang merasa perlu membentuk pasukan cadangan yang terdiri dari putra-putri Indonesia. Terbentuklah Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) yang bercorak Islam dan Kasman diangkat sebagai Komandan Batalyon dengan pangkat Daedancho. Awalnya Kasman ragu dan ingin menolak, karena ia pernah mengatakan tidak mau bekerjasama dengan penjajah. Dia sudah mencari akal agar tidak terpilih dalam seleksi, sengaja dia mengurangi tidurnya beberapa malam sehingga badannya lemah, matanya merah menahan kantuk dan tampak lesu, bahkan ia berusaha menahan buang air kecilnya supaya menjadi kuning dan tidak terpilih, kata Kasman dalam bukunya ”Hidup Itu Berjuang”.

Tapi sebaliknya malah ia dinyatakan lulus, sementara rekannya Mohammad Natsir tidak lulus karena Natsir berkacamata. Pasukan PETA ini dibina dan dikembangkan oleh Kasman keberbagai daerah, sehingga menjadi kekuatan yang disegani. Namun kemudian PETA ini menjadi bumerang bagi Jepang, banyak pemberontakan didaerah yang dilakukan oleh PETA melawan pemerintahan Jepang karena dalam hati mereka selalu hidup semangat untuk merdeka dan tidak rela terhadap kerja paksa yang diberlakukan kepada rakyat Indonesia.


Jepang menyerah  kepada Sekutu

Ketika kota Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh sekutu dan Jepang menyerah, termasuklah pemerintahan Jepang yang ada di Indonesia. Pemuda-pemuda ingin segera Soekarno dan Hatta mengumumkan kemerdekaan Republik Indonesia. Disini ada episode tersendiri bagaimana keinginan pemuda Indonesia agar kemerdekaan tidak terkesan sebagai pemberian Jepang sampai Soekarno dan Hatta diculik dan dibawa ke Rengasdengklok. Sebagai komandan PETA saat itu, Kasman sedang berada di Bandung. Setelah Indonesia merdeka PETA dirubah menjadi Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan dipimpin oleh Kasman Singodimedjo. Ditatalah kembali organisasi keamanan, pemanfaatan senjata-senjata peninggalan Jepang yang berserakan dimana-mana, serta diatur tingkat kepangkatan di militer sehingga mulailah dibentuk kekuatan militer secara lebih baik.


Menjadi Ketua KNIP

Pada tangal 18 Agustus 1945 Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk sebelumnya merasa pekerjaannya sudah selesai pasca diproklamirkannya kemerdekaan RI, mereka ingin membubarkan diri. Dibentuklah lembaga baru yang bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk mengambil alih tugas-tugas panitia persiapan kemerdekaan itu, dan Kasman diangkat sebagai Ketua.

Oleh Kasman dikembangkanlah KNIP sampai ke daerah-daerah yang berfungsi sebagai DPR dan DPRD. Melalui KNIP inilah kemudian Badan Keamanan Rakyat diganti menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 20 Oktober 1945 diumumkan berdirinya Kementerian Keamanan Rakyat dengan Menterinya Mohammad Surjo Adikusumo, Panglima tertingginya Supriyadi dan Komandan Staff Umum Mayor Urip Sumohardjo. Kasman melepaskan semua jabatan-jabatan lainnya dan sepenuhnya berkonsentrasi menjadi Ketua KNIP.

Sementara diluar pemerintahan tumbuh gerakan yang mengikuti pemikiran Sutan Sjahrir yang sosialis dan Tan Malaka yang komunis. Mereka berkeinginan merubah Kabinet Presidensil menjadi Parlementer, memperkuat peranan KNIP sebagai lembaga legislatif dan menyingkirkan Kasman kemudian menggantinya dengan Sutan Sjahrir melalui sebuah petisi yang ditandatangani oleh 150 orang.


Menjadi Jaksa Agung

Kasman memang ditakdirkan sebagai perintis. Nasibnya belum berhenti, ia menjadi Jaksa Agung pertama. Ibarat lembing, dimana saja ditancapkan, ia menempel. Begitulah Kasman. Dari JIB ia menjadi Ketuanya kemudian mendirikan kepanduan, merintis Tentara Keamanan Rakyat, menjadi ketua KNIP dan menjadi Jaksa Agung. Di Kejaksaan ia bangun infrasturktur dari pusat sampai ke daerah, membenahi administrasi dan personalia, membangun hubungan horizontal dengan instansi terkait, membangun penjara-penjara di daerah, turun bersama Presiden ke Tangerang, Bekasi, Serang, Bogor, Rangkasbitung dan seluruh Madura dan Jawa Timur. Walaupun tidak ada yang ingat bahwa Jaksa Agung yang pertama yang meletakkan dasar-dasar kejaksaan dinegeri ini adalah Kasman, bahkan beliau dikesampingkan, tidak lama kemudian diapun diganti menjadi urusan Mahkamah Tinggi Kemiliteran Kementerian Pertahanan. Jabatan beliau dipemerintahan yang terakhir adalah Menteri Muda Kehakiman RI.

Setelah tidak berada di pemerintahan, beliau kembali ke Masjumi menjadi Sekretaris Jendral ketika Mohammad Natsir dipercaya sebagai Ketua. Pada September 1948 terjadi pemberontakan PKI yang dimotori oleh Muso, pada saat itu pemerintah Hindia Belanda menawarkan bantuan kepada pemerintah RI karena mereka memiliki keinginan untuk kembali menjajah Indonesia. Tawaran ini ditolak Soekarno atas desakan rakyat, tetapi kemudian pada tahun 1949 Belanda menggempur Jogjakarta ketika pusat pemerintahan berada di sana serta menawan Soekarno Hatta dan membuangnya ke Pualu Bangka. Sekalipun tidak lagi berada di Pemerintahan melalui Dr. Sukiman Wirosandjojo yang ketika itu menjadi Menteri Dalam Negeri dari Partai Masjumi, Kasman bersedia menjadi juru bicara pemerintah untuk berkeliling ke desa-desa menyampaikan kepada masyarakat tentang bahaya komunis dan keinginan kembalinya pemerintah Belanda ke Indonesia. Beliau tidak pernah mengenal lelah untuk bangsa dan negaranya, bahkan ketika perundingan Meja Bundar di Den Haag, Kasman ikut bersama Mohammad Roem memperjuangkan hak-hak kemerdekaan Indonesia. Beliau betul-betul sebagai perintis dan berjuang dengan motto hidupnya ”Hidup adalah Berjuang”.

Kasman Singodimedjo dilahirkan di desa Klapar atau Kaliredjo Kecamatan begelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah 25 Februari 1904. Anak seorang Modin (Muadzin), keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya Singodimedjo bertugas mengurus orang-orang sakit atau meninggal dan ibunya bernama Kartini, seorang pedagang kain keliling untuk membantu keuangan keluarga. Kasman anak tertua dari empat bersaudara. Adiknya semuanya perempuan. Kasman terlambat masuk Sekolah Dasar karena waktu itu masuk sekolah harus di tes dengan mengangkat tangan kanannya keatas kepala lalu meraih telinga kiri, karena tangan Kasman tidak mencapai telinga kiri, ia tidak dapat masuk sekolah, sementara adiknya Kasmah sudah duduk di kelas tiga, sehingga umur Kasman ketika masuk Sekolah Dasar dimundurkan menjadi 1908, padahal ia lahir tahun 1904. Sebagai anak tertua Kasman harus memikirkan adik-adiknya serta bagaimana harus dapat sekolah sendiri. Akhirnya ia dapat juga menyelesaikan kuliahnya Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta sampai mendapat gelar ”Mesterr Inderechten”, yang sangat bergengsi pada waktu itu. Istrinya bernama Soepinah Isti Kasyati, sesama aktifis yang dinikahinya pada 17 September 1928. Kasman Singodimedjo wafat di Jakarta  25 Oktober 1982. (Drs. H. Amlir Syaifa Yasin, MA/Sekretaris Umum Dewan Da’wah)

Posting Komentar

0 Komentar