Karakter
Masjumi yang sudah berkembang sejak pembentukannya pada November 1945, tidak
dapat dipahami hanya
dengan melihat undang-undang yang berlaku ketika partai tersebut didirikan. Tidak lama setelah enam bulan kemudian; segera menyusun "Program
Mendesak" partai. Program itu dirancang secara
baik dan rapi. Program ini diantaranya menginginkan:
1) Realisasi ideologi Islami dalam hal-hal yang
berhubungan dengan negara, agar mampu mendirikan suatu negara berdasarkan
keadilan dan kedaulatan rakyat yang sejalan dengan ajaran-ajaran Islam;
2)
Berlakunya undang-undang yang menjamin upah minimum, maksimum jam kerja,
tunjangan kecelakaan dan pensiunan;
3)
Berlakunya undang-undang yang menjamin petani memiliki tanah pribadi yang cukup
untuk menyokong dia beserta keluarganya, perlindungan bagi penjualan hasil
produksinya, dan pengakuan statusnya secara umum.
Akhirnya,
sehubungan dengan organisasi ekonomi secara umum,
program itu menyatakan:
1) Tugas
membuka kesempatan kerja dan
memberi warga negara;
2)
Ekonomi harus didasarkan pada kolektivisme,
di mana inisiatif perorangan tidak boleh betentangan
dengan kepentingan umum dan harus diarahkan kepada kemakmuran bersama;
3) Hak
kepemilikan pribadi diakui, dibatasi dengan dengan syarat-syarat yang ditentukan
dalam agama.
4)
Kepentingan pribadi harus ditentang (contohnya
kapitalisme yang secara sosial mengganggu akan ditentang).
Pemberdayaan Zakat
Partai
itu tidak hanya mendesak agar pemerintah menerima program
ini, tetapi berusaha melaksanakan secara langsung. Melalui sistem
zakat, suatu bentuk amal yang diwajibkan setiap
orang yang mampu, partai itu membiayai kegiatan-kegiatan
yang direncanakannya. Dalam dunia Barat, zakat dapat disamakan dengan
derma kepada gereja. Namun demikian, Islam tidak
punya semacam orgnisasi yang mengatur pengumpulan derma, zakat harus diatur masyarakat sendiri. Tanpa organisasi
semacam gereja, tidak semua orang patuh membayar.
Para
pemimpin Masjumi berusaha menekankan bahwa,
zakat tidak hanya berarti membagi danakepda
pengemis saja tetapi harus ada sistem organisasi untuk
ekonomi masyarakat secara keseluruhan dn zakat tidak boleh menjadi investasi
yang tidak berkembang.
Pada
akhir 1946, di Karesidenan Kediri, Masjumi
mengumpulkanzakat dengan tujuan menggunakannya untuk perbaikan-perbaikan
sosial yang sedang dilakukan Masjumi. Untuk ini, Masjumi mendirikan
Sarekat Tani Islam Indonesia. Dewan pimpinan setip Sarekat Tani cabang
setempat dipilih oleh suatu desa atau kompleks
desa. Setiap dewan menaksir zakat yang
harus dibayar oleh para pemilik tanah di
wilayahnya. Pemilik tanah yang ditaksirkan
kemudian boleh memilih memberikan zakatnya kepada
Sarekat Tani atau untuk membantu
sekolah/masjid.
Dulu
zakat yang relatif kecil jumlahnya dikumpulkan oleh para pemimpin agama
setempat. Zakat yang terkumul hampir semuanya diperuntukkan membantu
sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid. Namun kemudian, zakat terkumpul jauh
lebih besar dan sebagian besar masuk ek Sarekat Tani.
Dibawah
bimbingan para pemimpin Masjumi, Sarekat Tani memanfaatkan dana zakatnya unuk
membantu kaum petani yang miskin dan tak bertanah. Dan setiap komunitas, dewan
setempat membuat daftar urut petani paling rajin, dan membeli tanha setiap
tahun bagi mereka namanya yang tercantum pada uutan teratas, tanpa menuntt
ganti rugi. Disamping itu, dibentuk pula beberapa koperasi konsumen produsen
dikalangan petani untuk membebaskan mereka dari kekejaman rentenir Cina, yang
duluya menjadi sumber utama kredit bagi mereka. Koperasi-koperasi tersebut
memasarkan hasil bumi serta membeli peralatan dan pupuk secara besar-besaran
untuk petani, disammping memberikan kredit daam bentuk uang muka kepada petani
untuk mengikatnya hingga hasil buminya dipanen dan dijual.
Penguatan Koperasi
Koperasi
meminjamkan uang dengan bunga yang
sangat rendah (untuk Indonesia) yaitu sebesar 10 persen per tahun, tanpa
meminta jaminan yang besar seperti biasanya, dan
dapat dibayar baik dalam bentuk uang atau barang. Koperasi-koperasi yang
disponsori oleh Sarekat Tani tersebut begitu berhasil sehingga dalam waktu dua
tahun sebagian besar petani dalam wilayah-wilayah yang dilayani telah memihak
mereka dan meninggalkan rentenir Cina.
Banyak orang Cina terpaksa pindah ke wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda
(khususnya Karesidenan Pekalongan) dengan tujuan mencari nafkah.
Menjelang
pertengahan 1948, terdapat lebih
dari 30.000 anggota Sarekat Tani di Karesidenan Kediri dan Madiun dan lebih dari 10.000
di Magelang-Wonosobo. Dalam program besar ekspansi koperasi, akan didirikan
cabang-cabang koperasi di hampir semua wilayah di Jawa yang dikuasai Republik.
(Para pemimpin Masjumi menyatakan kepada penulis bahwa paling tidak sekarang
belum perlu memperkenalkan program itu ke Sumatera karena disana organisasi
pertanian komunal biasanya banyak tanah).
Pada
permulaan 1947, dibentuklah; Sarekat Dagang Islam Indonesia, suatu organisasi pedagang yang kira-kira sama dengan Sarekat Tani Islam Indonesia dibawah asuhan Masjumi.
Organisasi ini mengatur pengumpulan zakat dari para pedagang dengan
cara yang sama yang diterapkan untuk para pemilik
tanah. Dana zakat yang dikumpulkan oleh cabang Sarekat Dagang Islam
setempat digunakan untuk mendirikan bank
pembangunan umat. Fungsinya adalah memberikan kredit berbunga rendah dengan jaminan terendah kepada
para pedagang kecil, dan kepada orang miskin yang pantas untuk memulai usaha.
Menjelang
pertengahan 1949, keberhasilan Sarekat Dagan
Islam sudah nyata, dan sejumlh cabangnya mulai berkembang dengan pesat.
Menjelang
pertengahan 1949, para pemimpin Masjumi merasa bahwa mencapai kemerdekaan,
pemerintah harus mengkordinasi aktivitas unit-unit lokal Sarekat Tani Islam dan
Sarekat Dagang Islam, tetapi tidak boleh ikut campur dalam pemerintahan
setempat. (Akbar Muzakki dikelola dari buku Nasionalisme & Revolusi Indonesia,
George McTurnan Kahin)
0 Komentar