Populasi Kerajaan Ottoman sangat heterogen dalam agama, bahasa, dan struktur sosial.
Pada
1650 M, Kerajaan Ottoman (Turki Utsmani) menduduki daratan di Eropa,
Asia dan Afrika. Di Eropa, wilayah teritorial Ottoman meliputi
Semenanjung Balkan di bagian selatan sungai Danube dan Sava, dan daratan
tengah Hungaria hingga ke utara.
Kerajaan-kerajaan Transylvania,
Wallachia, Moldavia dan Crimea yang terletak antara Hungaria dan Laut
Hitam membayar upetinya kepada Sultan Ottoman. Di Asia, Kerajaan Ottoman
berkembang ke arah timur dari Bosphorus hingga pegunungan yang
berbatasan dengan Iran, dan di bagian selatan hingga bagian hulu dari
Teluk dan hingga ke Yaman di barat daya Semenanjung Arab.
Di
Afrika, tanah kerajaan terdiri atas bagian barat litoral Laut Merah,
provinsi kaya Mesir, dan semi otonomi pos terluar Tripoli, Tunisia dan
Aljazair. Di Mediterania, Siprus dan sebagian besar pulau-pulau dari
kepulauan Aegean dimiliki Ottoman.
Pada 1669 M, Kriti masuk
menjadi bagian Ottoman. Pada abad ke-17, orang-orang Eropa biasa
menyebut kerajaan ini sebagai "Kerajaan Turki" dan menyebut
orang-orangnya sebagai orang Turki, terutama bagi orang Muslimnya.
Penyebutan ini hanya benar sebagian.
Populasi heterogenPopulasi
Kerajaan Ottoman sebenarnya sangat heterogen dalam agama, bahasa dan
struktur sosial. Karena keyakinan sultan dan penguasa elite, Islam
menjadi agama yang dominan.
Namun, gereja Yunani dan Orthodok Armenia tetap memegang peran
penting dalam struktur politik kerajaan dan mengatur populasi Kristen
yang besar. Bahkan, melebihi jumlah Muslim di banyak daerah.
Selain itu, ada Yahudi Ottoman dengan populasi yang substansial. Colin Imber dalam The Ottoman Empire, 1300-1650
mengatakan, setelah bangsa Yahudi diusir dari Spanyol pada 1492 M,
mereka bermukim di Thessaloniki dan membuat kota ini sebagai populasi
Yahudi terbesar di dunia.
“Di luar kelompok-kelompok utama ini, terdapat sejumlah besar
komunitas Kristen dan non-Kristen, seperti Maronit dan Druz dari
Lebanon,” tulisnya.
Kelompok bahasa sama beragam dan tumpang
tindih dengan komunitas agama. Di Semenenajung Balkan, mereka yang
berbicara Slavonic, Yunani dan Albania menjadi mayoritas. Terdapat juga
minoritas Turki yang berbicara romansa Vlach.
Di Anatolia, bahasa Turki adalah bahasa mayoritas, tetapi daerah ini
juga menjadi daerah untuk bahasa Yunani dan Armenia. Di timur dan
tenggara, mereka menggunakan bahasa Kurdi.
Di Suriah, Irak,
Arabia, Mesir dan Afrika Utara, sebagian besar populasi berbicara dengan
dialek Arab dengan bahasa Turki tingkat tinggi. Namun, tidak ada
provinsi mana pun yang menjadi bagian Kerajaan Ottoman yang mempunyai
bahasa sendiri. Bahasa Turki adalah bahasa pemerintahan dan lingua franca kaum elite.
Struktur sosial kerajaan juga bervariasi. Ekonomi Kerajaan Ottoman
berlimpah dari sektor agrikulturual. Kejayaan sultan, seperti yang
sering ditekankan penulis politik, bersandar pada kerja keras para
petani.
Jenis agrikultural dan peternakan yang berkembang,
sebagaimana struktur sosial desa-desa dan rumah tangga petaninya,
bervariasi dengan tradisi yang berbeda-beda. Begitu juga dengan variasi
dalam iklim dan tanah daerahnya.
Berlawanan dengan para
petaninya, sebagian populasi kerajaan hidup secara seminomaden dengan
menggembala ternak. Seringkali dengan jumlah penduduk dan pemerintah
yang ganjil.
Di antara kelompok ini terdapat suku Badui dari
padang pasir Arab, Suriah, Mesir, bangsa Vlach dari Semenanjung Balkan
dan suku-suku berbahasa Turki dari Anatolia, Suriah Utara dan barat daya
Eropa.
Pada pertengahan abad ke-17, elite politik dan militer
cenderung berasal dari garis keturunan Albania atau Kaukasia. Umumnya
berasal dari Georgia, Abkhazia atau Kirkassia. Tokoh agamis atau
berlatar belakang hukum yang menjadi staf di sekolah tinggi agama,
pengadilan umum dan Masjid cenderung dari bangsa Turki.
Sedangkan
di Balkan bagian barat, Bosnia, atau di provinsi yang berbahasa Arab
adalah dari bangsa Arab. Secara singkat, Kerajaan Ottoman adalah
kerajaan multinasional.
Loyalitas Sultan
Pada
prinsipnya, diskriminasi terjadi karena basis agama. Muslim dapat
mencapai posisi politik atau mengejar karir dalam layanan administrasi.
Namun, di sini keturunan Muslim tidak penting.
Sebagian besar
pemegang posisi politik merupakan generasi pertama atau kedua yang
berpindah dari Kristen. Kantor pengadilan adalah tempat yang memelihara
keluarga Muslim lama. Bagian tubuh penting pemerintahan ini tetap
terbuka bagi non-Muslim.
Banyak orang merasa berisiko jika
kegiatan pajak yang berpotensi mendatangkan keuntungan dipegang keluarga
Kristen atau Yahudi. Namun, bukan berarti Kerajaan Ottoman eksklusif
Muslim atau eksklusif milik bangsa Turki. Kerajaan ini adalah sebuah
kerajaan dinasti dimana hanya loyalitas kepada sultanlah yang dibutuhkan
dari seluruh penduduknya yang sangat beragam.
Loyalitas
diharapkan bagi mereka yang tidak memegang kantor, yaitu tidak akan
memberontak dan membayar pajak dengan tunai, kebaikan atau layanan.
Bahkan, hal ini sering dapat dinegosiasikan. Pada akhirnya, sultan
sebagai peroranganlah yang menyatukan kerajaan.
Pemukiman koloni
Turki di Balkan telah menemani penaklukan Ottoman pada abad ke-14 dan
ke-15. tahun-tahun setelah penaklukan Siprus pada 1573 M menjadi saksi
perpindahan paksa orang-orang Turki ke pulau-pulau Anatolia. Orang-orang
yang dideportasi kadangkala adalah para pembuat onar di daerah asalnya.
Mereka
kemudian akan membentuk sebuah nukleus dari warga negara yang loyal
terhadap Ottoman. Sultan juga menata ulang pemukiman kelompok-kelompok
non-Turki, seperti komunitas Yahudi yang dipindah ke Siprus setelah 1573
M untuk mendorong kehidupan perdagangan di pulau itu.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/02/28/n1on5f-ottoman-kerajaan-islam-multinasional-2habis
0 Komentar