Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna. Dalam
hal ekonomi atau mata uangpun Allah dan RasulNya mengajarkan kepada kita
sehingga bisa didapat masyarakat yang sejahtera. Meninggalkannya hanya akan
mendapat murka di dunia dan juga diakhirat. Islam mengajarkan kita untuk
memakai uang emas Dinar (4,25 gram emas 22 karat), uang perak Dirham (2,975
gram perak), dan uang Fulus (koin tembaga atau logam lain yang nilainya di
bawah Dirham).
Satu penyebab kemiskinan adalah inflasi. Yaitu
turunnya nilai mata uang dibanding dengan harga barang-barang yang jadi
kebutuhan rakyat. Sebagai contoh, tahun 1990 harga nasi+telor di warung Tegal
paling cuma Rp 500. Di tahun 2013 ini nilainya jadi Rp 8.000. Padahal banyak
orang yang gajinya tidak naik selama kurun waktu tersebut. Kalau pun ada yang
naik, tidak sebesar kenaikan harga barang.
Artinya jika dengan uang Rp 45 ribu orang bisa makan
90x (3x sehari) pada tahun 1990, maka pada tahun 2013 dia hanya bisa makan 5x
(2 hari) saja!
Akibat berbagai kenaikan harga barang yang sudah jadi
“Kebijakan” Pemerintah, maka nilai rupiah terus menurun. Jika sebelum Krisis
Moneter tahun 1997-1998 nilai rupiah adalah sekitar Rp 2.200 per 1 US$,
sekarang nilainya turun jadi Rp 9.500 per 1 US$. Ini adalah “Kebijakan
Pemiskinan Massal” melalui kebijakan kenaikan harga yang mendorong turunnya
nilai rupiah atau inflasi.
Tahun 1970 kita bisa naik haji
dengan biaya Rp 182 ribu. Tahun 2011 ONH naik jadi Rp 31 juta. Dalam 40 tahun
naik 170x lipat. Tahun 1970 orang yang gajinya Rp 182 ribu/bulan adalah para
direktur. Sekarang di tahun 2010 ini jangankan digaji Rp 182 ribu. Digaji Rp
400 ribu/bulan pun banyak pembantu yang ogah! Ini karena nilai rupiah yang
terus turun.
Zimbabwe bahkan mengalami inflasi besar-besaran. Jika
tahun 2003, USD 1 = 697.42 Zimbabwe Dollar., tahun 2008 nilai
tukarnya jadi USD 1 = 3.333.333.333.333 Zimbabwe Dollar! Foto di bawah
menunjukkan seseorang harus menghitung segepok uang @500.000 dollar Zimbabwe
hanya untuk membeli setandan pisang!
Inflasi sangat tinggi dan terjadi setiap jam dan
menghancurkan perekonomian Zimbabwe. Anehnya Zimbabwe sebetulnya punya kekayaan
alam seperti Asbes, Chrom, Batubara, Cobalt, Tembaga, Emas, Grafit, Besi,
Nikel, emas, dan timah. Dengan jumlah penduduk hanya 13 juta jiwa dan luas 390
ribu km2, harusnya Zimbabwe jadi negara kaya. Namun mata uang kertas yang lemah
yang ditentukan oleh para spekulan uang membuat miskin negara tersebut!
Bukan hanya uang kertas rupiah yang turun, tapi juga
Dollar yang merupakan Fiat Money (tidak dijamin emas/perak) juga mengalami
inflasi. Nilai 1 US$ pada tahun 1900, di tahun 2000 ini cuma jadi US$ 0,04 saja
atau susut sampai 96%!
Agar nilai uang kertas yang secara riel/intrinsik
nyaris tidak berharga itu (cuma senilai kertas+tinta), maka Bank Sentral
mengeluarkan bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) atau kalau di AS namanya The
Fed’s rate (The Federal Reserve Bank’s Interest Rate) untuk mengontrol jumlah
uang yang beredar. Namun pada akhirnya karena bunga harus dibayar beserta
pokoknya, maka jumlah uang beredar pun bertambah dan berakibat inflasi.
Sebaliknya, Islam biasa menggunakan emas dan perak
sebagai mata uang Dinar dan Dirham. Pada zakat yang jadi patokan juga emas dan
perak. Misalnya nisab emas untuk zakat adalah 85 gram emas. Bukan uang kertas.
Akibatnya nilainya selalu relevan. Tidak terlalu kecil, tidak pula terlalu
besar.
Emas dan Perak karena punya nilai riel dibanding
kertas, lebih stabil dan lebih tahan terhadap inflasi. Contohnya, 1 dinar (4,25
gram emas 22 karat) pada zaman Nabi bisa dipakai untuk membeli 1-2 ekor
kambing. Ada satu hadits yang merupakan bukti sejarah stabilitas uang dinar di
Hadits Riwayat Bukhari sebagai berikut:
”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan
menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia
berkata, “Saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi saw.
memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk
beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual
satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor
kambing. Nabi saw. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya.
Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung.” (H.R.Bukhari)
Saat ini pun dengan kurs 1 dinar=Rp 1,7 juta, kita bisa mendapat 1
kambing besar atau 2 ekor kambing kecil. Stabil bukan?
Begitu pula stabilitas uang perak Dirham (2,975 gram
perak) bisa kita buktikan pada surat Al Kahfi ayat 19:
“…Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah
makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu…” [Al
Kahfi 19]
Nah dengan asumsi pemuda tersebut membawa 3 uang
perak/dirham yang saat ini nilainya Rp 40.000 dan jumlah pemudanya 5 orang,
maka harga makanan per porsinya sekitar Rp 24.000 saja. Tidak jauh beda dengan
makanan sekarang untuk kurun waktu ribuan tahun.
Karena
inflasi tinggi orang memakai gerobak untuk membawa uang kertasnya.
Ini jauh beda dengan dollar di mana dalam kurun waktu
100 tahun saja nilainya tinggal 0,04 dari sebelumnya. Jadi jika kita di tahun
1900 bisa beli 1 porsi makanan dengan nilai US$ 0,25 (1/4 dollar), tahun 2000
harus US$ 10!
Jadi jika kita menjual barang dengan uang dinar dan
dirham, kita tidak perlu repot menaikkan harga lagi. Sebab nilai uang kita
otomatis mengikuti nilai-nilai barang lainnya karena sama-sama barang/commodity
money.
Para buruh juga tidak perlu lagi demo minta kenaikan
gaji karena dengan gaji dinar/dirham, gaji mereka tidak digerus inflasi
sebagaimana yang terjadi pada uang kertas/Fiat Money.
Sebetulnya emas dan perak sudah biasa digunakan di
berbagai negara baik di Eropa dan Amerika dari sebelum kekaisaran Romawi hingga
abad 19:
http://en.wikipedia.org/wiki/Gold_standard
Penggunaan uang kertas yang tidak dijamin emas/perak
biasanya karena perang seperti pada Perang Saudara di AS mau pun pada Perang
Dunia. Mereka membutuhkan banyak uang lebih daripada emas dan perak yang mereka
miliki. Akibatnya inflasi hebat dan depresi ekonomi melanda negara-negara
tersebut.
Dengan memiliki banyak tambang emas, perak, dan
tembaga, harusnya bangsa Indonesia bisa memiliki mata uang emas, perak, dan
tembaga yang kuat dan stabil untuk memakmurkan rakyatnya. Tidak perlu lagi
mengemis uang kertas dollar yang sebetulnya tidak berharga kepada para investor
asing dengan menggadaikan kekayaan alam, BUMN, dan perekonomian Indonesia ke
pihak asing/kafir.
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/06/28/uang-dinar-emas-dan-dirham-perak-%E2%80%93-solusi-islam-mengatasi-riba-dan-inflasikemiskinan/
0 Komentar