Meskipun
gerakan PKI dalam merebut kekuasaan justru di tengah-tengah mandulnya
kekuatan politik Islam, bukan berarti gerakan politik Islam hadir tanpa
andil dalam upaya menghadang gerak langkah komunis. Apa yang
diperlihatkan Masyumi dapatlah dihadirkan sebagai bukti. Kemampuan
Masyumi mengantisipasi arah gerakan PKI yang didasari oleh kepekatan
ideologis, Masyumi telah tampil terlebih dahulu dan menyatakan “perang”
dengan komunis, suatu sikap yang tidak diperlihatkan sebelumnya oleh
kekuatan politik lainnya termasuk angkatan bersenjata. Sikap politik
Masyumi dalam menentang komunisme ini akan mudah difahami karena adanya
perbedaan yang cukup mendasar, yaitu :
1. Sikap terhadap hak milik, Islam menghargai hak milik pribadi..sedangkan faham komunis me”relatifkan” hak milik pribadi
2.
Adanya pertentangan dalam lapisan filsafat ideologis, dalam masalah ini
terdapat pertentangan yang sangat mutlak antara Islam dan komunisme.
Islam menggunakan dasar filsafat dan pandangan hidup yang bertolak dari
wahyu Illahi yang diturunkan Nabi Muhammad SAW, sedangkan komunisme
bertolak dari pandangan “kesejarahan”yang bersifat deterministik.
Eskatologi
Islam adalah terwujudnya masyarakat yang diridhoi oleh ALLAH,
sebaliknya eskatologi dari Komunisme, yaitu terwujudnya suatu masyarakat
yang “tanpa kelas” dengan dasar materialisme.
3. Pada tataran
tingkah laku politik (political behaviour), adalah bahwa dalam
berpolitik Islam sangatlah tergantung pada ketentuan-ketentuan moral.
Perilku politik dalam Islam hanyalah merupakan alat untuk memajukan
strategi sosial Islam yang berdasarkan wahyu Illahi, sedangkan untuk
komunis..politik bukanlah sekedar alat tetapi bagian dari keseluruhan
ideologi sehingga tidak ada ikatan moral dalam berperilaku politik dalam
partai komunis (Dr. Taufiq Abdullah, Islam dan Komunisme bertentangan
secara filsafat ideologis, Suara Masjid no 114). Dimana dalam posisinya
yang bebas nilai serta tidak terikat dengan ketentuan moral, komunis
dalam berperi lakunya berpolitik menganut madzhab Machiavelli,
menghalalkan segala cara
Dari sinilah timbul pertentangan yang sudah tidak dapat disatukan lagi antara Masyumi dengan Partai Komunis.
Bila
disimak perjalanan Masyumi dari awal berdirinya 07 November 1945.
ternyata Masyumi dan tokoh-tokohnya dapat bekerjasama dengan siapapun
dan golongan manapun juga kecuali Partai Komunis. Masyumi dapat
bekerjasama dengan PNI, PSI, golongan Kristen dan juga golongan angkatan
bersenjata.
Untuk itulah pada saat Presiden Soekarno berusaha
menginginkan kabinet berkaki empat dengan mengikut sertakan PKI, yang
disebut “kabinet gotong royong” serta dibentuknya Dewan Nasional yang
diketuai oleh Presiden sendiri waktu itu, segera saja, Moh. Natsir dan
partainya menolak konsepsi Presiden Soelarno tersebut (Dr. Deliar Noor,
Partai-Partai Islam di Pentas Politik Nasional, Pustaka Utama Grafiti,
Jakarta).
Alasan Masyumi menolak karena memang Masyumi berdasarkan
pemahaman terhadap Islam secara total (integral) sehingga berkesimpulan
Islam yag mengakui adanya Tuhan tidaklah mungkin disatukan dengan faham
yang tidak mengakui keberadaan TUHAN (atheis). Selain daripada itu,
dengan melihat taktik-taktik yang dijalankan oleh PKI, Masyumi lebih
cenderung memandang PKI tidak ubahnya seperti musang berbulu ayam, yang
sewaktu-waktu akan siap menerkam.
Secara sepintas tindakan
Masyumi dalam membendung komunisme yang lebih banyak dengan melalui
tulisan-tulisan dan pidato terkesan sebagai gerakan moral. Kesan yang
demikian ini tidak akan pernah ada, jika faham akan kepribadian para
tokoh Masyumi yang terkenal dengan sifat politiknya demokratik,
parlementer, konstitusional, ditambah lagi posisi Masyumi yang kurang
memungkinkan untuk mengambil kebijaksanaan yang tegas terhadap PKI,
karena di luar struktur. Akan tetapi pada saat posisi Masyumi berada
dalam struktur, kesempatan ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja untuk
mensikapi komunisme.
Sebagai bukti , kiranya bisa dihadirkan
tindakan Dr. Soekiman pada saat menjadi Perdana Menteri dalam Kabinet
Soekiman-Soewirjo (1951-1952), pada saat itu beliau mengambil tindakan
tegas terhadap anggota PKI yang jelas-jelas terbukti melakukan makar dan
melakukan penindasan serta pembantaian terhadap kaum agamis dan
nasionalis (Dr. H.M. Amien Rais, dalam Kata Pengantarnya, Wawasan
Politik Seorang Muslim Patriotik, Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto,YP2LPM).
Sikap
Dr. Soekiman ini diambil berdasarkan : pertama, ajaran agamanya, yaitu
Islam yang tidak mentolerir tumbuhnya suatu kekuatan komunis, kedua,
sebagai seorang muslim patriotik, Soekiman sangat merasa berkepentingan
untuk berjuang menyelamatkan Negara dan bangsanya dari ancaman PKI yang
terang bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Apa yang
diperbuat Dr. Soekiman ini kiranya tidaklah berlebihan jika Dr. Amin
Rais menyebut Dr. Soekiman adalah seorang tokoh eksponen utama anti
komunis (Dr. H.M. Amien Rais, dalam Kata Pengantarnya, Wawasan Politik
Seorang Muslim Patriotik, Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto,YP2LPM).
Sumber: https://www.facebook.com/notes/front-anti-komunis-indonesia/masyumi-dan-pki-sebuah-sejarah-pertentangan-ideologis/321558329657
0 Komentar