(Halaman 2 dari 2)
Era Soeharto, Orde Baru dan CSIS
Memasuki Orde Baru, tekanan politik terhadap umat Islam tidak mereda,
tetapi justru memasuki era baru. Pemerintah Orde Baru dibawah Soeharto,
setelah melibas elemen kiri, kini mengarahkan bidikan tekanannya kepada
umat Islam.
Pemerintah rezim Soeharto kerap menekan dan mengekang gerak politik
Islam. Penolakan berdirinya partai-partai berbasis Islam seperti Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII)
yang didirikan M. Hatta tahun 1966, serta kandasnya cita-cita
merehabilitasi Masyumi di tahun 1967 amat memukul harapan umat Islam
akan Pemerintahan Soeharto di era Orde Baru.
Tangan besi Orba tak hanya sampai di situ, setelah Parmusi sebagai
partai Islam baru di terima keberadaannya tahun 1968, maka rezim Orba
ikut campur tangan menolak kepemimpinan Moh. Roem (ex Masyumi) sebagai
pemimpinnya. (The Partai Persatuan Pembangunan: The Political Journey of
Islam Under Indonesia’s New Order (1973-1987), Sudarnoto Abdul Hakim.
Tesis. Institute of Islamic Studies, McGill University).
Kemudian Ali Moertopo kembali merecoki kepemimpinan Djarnawi
Hadikusumo (ketua) dan Lukman Harun (Sekretaris) dengan menunjuk dengan
Djaelani Naro dan Imran Kadir pemimpin baru Parmusi.Tekanan-tekanan juga
diayunkan kepada basis Partai NU. Sulitnya mendapatkan izin berdakwah,
tekanan aparat pemerintah pada pengurus partai Islam (terutama NU),
hingga kebijakan massa mengambang menjelang Pemilu
1971, cukup memukul Partai NU (NU vis-a-vis Negara: Pencarian isi bentuk
dan makna. Andrée Feillard. Yogyakarta: LkiS)
Kebijakan otoriter lain adalah dileburnya beberapa partai Islam oleh
Soeharto menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pasca pemilu tahun
1971. Tekanan lain adalah memanasnya hubungan umat Islam dengan umat
Katolik dan Kristen akibat merebaknya kristenisasi. Umat Islam juga
sering dituduh dengan berbagai isu seperti ekstrimis dan isu Komando
Jihad. Pembredelan terhadap pers juga menghantui pers Islam, seperti
yang terjadi pada Harian Duta Masyarakat yang berafiliasi dengan NU.
Masa itu, adalah masa di mana Rezim Soeharto berbulan madu dan
bermesraan dengan pihak Katolik. Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani
adalah orang-orang paling berpengaruh dalam lingkaran Soeharto.Kedekatan
Ali Moertopo dan Heomardani dengan pihak Katolik, seperti Sofjan
Wanandi, Harry Tjan Silalalhi, membuat mereka melangkah lebih jauh.Di
tangan mereka CSIS (Centre for Strategic and International Studies) lahir.CSIS merupakan lembaga think-thank yang terinspirasi dari RAND Corporation.
Maka perselingkuhan Golkar, militer dan pihak katolik seperti CSIS
membuat kebijakan Orde Baru sejalan dengan mereka.Kebijakan-kebijakan
yang mendukung sekularisasi dan condong menekan umat Islam di Indonesia.
(dalam Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim militer Indonesia 1975-1983, David Jenkins, Jakarta: Komunitas Bambu)
Maka tidak mengherankan ketika perebutan pengukuhan UU Perkawinan
turut menjadi ajang pertarungan.Hingga berakhirnya era Sukarno,
Indonesia tidak memiliki Undang-Undang Perkawinan yang disahkan oleh
parlemen.Tahun 1967, Departemen Agama mengajukan RUU Perkawinan Islam ke DPRGR. Di lain pihak, tanggal 7 September 1968, Departemen Kehakiman dengan bantuan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (LPHN) juga mengajukan RUU Perkawinanke DPRGR. Pada tanggal 22 Mei 1968, pemerintah menyampaikan RUU tentang Peraturan Pernikahan Umat Islam untuk dibahas oleh DPRGR.
Pertarungan diparlemen kembali terjadi. Kali ini dipihak yang
mendukung sekularisasi UU Perkawinan dimotori oleh Harry Tjan Silalahi
dari Partai Katolik. Partai Katolik menolak RUU Perkawinan Islam
yang diajukan oleh Departemen Agama, karena RUU itu berlandaskan Piagam
Jakarta. Harry Tjan dalam memorandum yang ditandatangani tanggal 1
Februari 1969, mengatakan bahwa mereka menolak RUU tersebut., karena
jika menerima RUU itu, maka akan menggantikan Pancasila dengan Piagam
Jakarta atau agama.
Pernyataan yang tentu saja menuai reaksi umat Islam. Namun, yang
dapat direnungkan adalah, mengapa baru kali ini Partai Katolik bersuara
paling lantang menolak RUU Perkawinan Islam, padahal polemik ini
telah berlangsung lama? Mungkin, karena ini adalah masa-masa mereka
begitu berpengaruh kepada penguasa rezim Orba.
Pengaruh itu pula yang akhirnya memunculkan kembali kontroversi dahsyat melalui RUU Perkawinan pada
tahun 1973. Bulan Juli 1973, Presiden Soeharto, mengajukan RUU
Perkawinan, dengan meniadakan RUU sebelumnya di tahun 1967 dan 1968. RUU
baru ini langsung menimbulkan goncangan dahsyat di umat Islam.Ada
banyak dugaan berkembang seputar pihak dibalik RUU ini. Kedekatan Ali
Murtopo dengan CSIS dipandang lebih dari cukup untuk membenarkan dugaan tersebut.*/bersambung tulisan kedua..”Pasal-pasal yang Ditolak Kristen..”
Penulis adalah pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
0 Komentar