Penulis
sejarah Usmaniyah, Ibrahim Peçevi, menulis tentang kedai-kedai kopi pada abad
ke-17. "Kedai ini menjadi tempat pertemuan lingkaran pencari kesenangan
dan pemalas, tapi juga kaum cerdik pandai dan sastrawan, dan mereka berkelompok
sekitar 20 atau 30 orang. Beberapa membaca buku, ada yang sibuk dengan bermain
catur; beberapa membawa puisi baru dan berbicara tentang sastra."
Namun
perkembangan selanjutnya, tak ada lagi alasan menutup kedai kopi seperti halnya
melarang peredaran tembakau; kopi menjadi komoditas yang diperhitungkan di
pasar dunia, dan kedai kopi memberi masukan pajak yang tak sedikit.
Kopi
mulai dikenal di benua Eropa pada abad ke-16, atau 150 tahun setelah kedai-kedai
kopi menjamur di seluruh jazirah Arab dan wilayah-wilayah yang dikuasai
pemerintahan Islam. Kedai Kopi menjadi tempat tidak hanya untuk menikmati
secangkir tetapi untuk bertukar pikiran, termasuk mengenai ekonomi dan bisnis.
Perusahaan
asuransi Lloyd of London didirikan ratusan tahun yang lalu di salah satu dari
2.000 kedai London di London. Sastra, surat kabar, dan bahkan karya-karya
komponis besar seperti Bach dan Beethoven juga pertama lahir di kedai-kedai
kopi.
Di
Amerika Serikat, kopi dikembangkan setelahnya. Setelah serangan atas kapal
Inggris yang mengangkut teh pada 1773 dan melemparkan peti-peti teh ke laut,
orang AS beralih menjadi peminum kopi. Sejarawa Mark Pendergrast, penulis
Uncommon Grounds: The History of Coffee and How It Transformed Our World
mengatakan bahwa salah seorang pendiri bangsa, John Adams, menulis surat
kepada istrinya, Abigail, menyatakan cintanya pada teh tetapi ia harus belajar
untuk minum kopi. "Karena minum teh telah menjadi tidak patriotik,"
katanya.
Ia
menyebut kedai kopi menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah banyak bangsa,
diakui atau tidak. "Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika direncanakan di
kedai-kedai kopi," kata Pendergrast.
Hal
ini diakui profesor pemasaran Merlyn Griffiths yang lama meneliti tentang
kedai-kedai kopi modern. Tempat mengopi ini, katanya, memiliki tradisi panjang
dalam masyarakat sebagai tempat di mana orang bisa bertemu dan mendiskusikan
ide-ide. Pendek kata, kedai kopi menjadi semacam facebook di masa lalu.
"Berbagai topik bahasan lahir di sini sepanjang waktu, selama
berabad-abad," katanya. Bahkan, hingga saat ini.
0 Komentar