Ada satu saudagar dan pengusaha muda yang begitu terkenal. Dia juga salah satu pengusaha yang ringan tangan dalam beramal. Nama pengusaha tajir itu adalah anak muda yang bernama Thalhah bin Ubaidillah. Ayahnya bernama Ubaidillah bin Utsman, dan ibunya bernama al-Sha’bah binti Abdullah bin Imad al-Hadhrami, berkebangsaan Yaman, saudari kandung al-Ala’ al- Hadhrami. Nasabnya bertemu dengan Nabi Muhammad pada Murrah bin Ka’ab dan bertemu Abu Bakar pada Taim bin Murrah.
Dari sisi strata sosial, nasab Thalhah sangat istimewa. Dia adalah
keturunan Quraisy yang merupakan kabilah terbesar dan dikenal di Mekah dan
keturunan Bani Taim yang memiliki kedudukan terhormat di tengah-tengah
kabilah-kabilah Arab lain, bahkan mendapat julukan Mashabih al-Zhalam (Pelita
saat gelap).
Thalhah tumbuh dan besar di bawah asuhan orangtuanya. Dari
orangtuanya itulah, dia banyak mengenyam pendidikan, terutama tentang akhlak
dan karakter. Sehingga, ketika sudah menginjak dewasa, dia dinikahkan dengan Hamnah
binti Jahsy, saudari Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah. Dari pernikahannya
dengan Hamnah, Thalhah dikarunia dua orang anak yang diberi nama Muhammad dan
Imran. Ada kabar bahwa ketika Rasulullah masih hidup, dia menikahi empat
perempuan yang semuanya saudari dari istri-istri Rasulullah. Mereka adalah Ummu
Kultsum binti Abu Bakar kakak Aisyah, Hamnah binti Jahsy saudari kandung
Zainab, Fari’ah binti Abu Sufyan saudari Ummu Habibah, dan Ruqayyah binti Abi
Umayyah saudari Ummu Salamah.
Thalhah besar di Mekah. Memasuki usia remaja, dia memilih
berwirausaha sebagai pedagang, sebuah profesi yang digeluti oleh mayoritas
orang Quraisy. Meskipun masih terbilang muda, Thalhah memiliki keahlian yang
tinggi dalam berwirausaha. Dia mampu mengalahkan pengusaha-pengusaha lain yang
umurnya jauh di atasnya. Berawal dari itulah, akhirnya semua pedagang di pasar
Bushra dan Syam pasti mengenalnya. Mereka mengenalnya sebagai pengusaha yang
jujur dan loyal. Usaha Thalhah berkembang pesat.
Semenjak menjadi muslim, Thalhah masih beraktivitas seperti biasa
sebagai pengusaha. Dikabarkan bahwa ketika Rasulullah hendak pulang dari al-Harrar
untuk hijrah ke Madinah, beliau bertemu dengan Thalhah di jalan yang baru
pulang dari Syam. Thalhah menghadiahkan kepada Rasulullah dan Abu Bakar
beberapa setel pakaian dari Syam dan memberi tahu bahwa penduduk Madinah sudah
menunggu kedatangan mereka. Rasulullah segera mempercepat perjalanannya ke
Madinah, sementara Thalhah sendiri meneruskan perjalanannya ke Mekah untuk
menyelesaikan urusan bisnisnya.
Thalhah dikenal sebagai pekerja keras, ulet, dan pantang menyerah.
Dia memulai bisnisnya sewaktu masih muda dan berlanjut sampai masuk Islam dan
menjadi pejabat di pemerintahan. Bisnisnya berkembang pesat dan menjadi besar hingga
mampu melakukan ekspor-impor ke beberapa negara, seperti Irak, Syam, dan
Bushra. Di samping itu, Thalhah memiliki banyak tanah yang dimanfaatkan untuk
dijadikan perkebunan, disewakan, dijualbelikan, dan dia mengembangkan hartanya
dalam banyak bentuk bisnis.
Thalhah sering melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri, masuk ke
pasar-pasar, melakukan bisnis properti, menginvestasikan hartanya ke beberapa
tempat, memiliki banyak karyawan untuk menjalankan perusahaannya, hingga omzet
per harinya mencapai seribu wafi. Uang pun mengalir sehingga beliau berhasil
menjadi salah satu orang terkaya pada masa itu.
Allah benar-benar memberkahi harta Thalhah, melapangkan rezekinya,
dan memuliakan jiwanya yang dermawan dan peduli terhadap sesama. Hal itu karena
dia senang menyumbangkan hartanya untuk kepentingan-kepentingan Islam dan
membantu orang yang membutuhkan tanpa perhitungan.
Sungguh kekayaan yang tiada duanya. Meskipun kaya, Thalhah tidak
pernah sombong dan lupa daratan. Sebaliknya, kekayaannya yang begitu banyak diifakkan
untuk Islam dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Bahkan, setiap kali
Thalhah menyimpan uang di rumahnya, dia selalu gelisah dan tidak tenang
sehingga uang tersebut dibagi-bagikan kepa-da fakir miskin. Inilah figur
seorang sahabat Rasulullah yang mendapatkan pendidikan langsung dari beliau
selama kurang lebih delapan belas tahun.
1. Dikabarkan oleh Musa bin Muhammad bin Ibrahim, omzet bisnis Thalhah
di Irak per hari adalah 1.000 wafi, dan pertahunnya bisa mencapai
400.000-500.000 dirham (Rp78.540.000.000 sampai Rp98.175.000.000), di Sarat
mencapai 10.000 dirham (Rp 1.963.500.000), dan di A’radh juga mendapat omzet
tak kalah besarnya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya di Madinah setiap
tahun, dia memperoleh penghasilan dari perkebunan gandumnya di Qanah. Untuk
mengelola perkebunan tersebut, dia mempekerjakan dua puluh karyawan dan dialah
orang pertama yang menanam gandum di Qanah.
2. Menurut hitungan Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, salah satu
cucunya, jumlah kekayaan yang ditinggalkan Thalhah dari properti dan hartanya
yang berupa perhiasan sebanyak 30 juta dirham (Rp5.890.500.000.000). Dia juga
meninggalkan uang sebanyak 2.200.000 dirham (Rp431.970.000.000) dan 200.000 dinar
(Rp480 miliar). Sisanya adalah ur-udh (selain dirham dan dinar). Jadi, jumlah
seluruh kekayaannya adalah 32.200.000 dirham atau Rp 6.322.470.000.000 (enam
triliun tiga ratus dua puluh dua miliar empat ratus tujuh puluh juta rupiah),
ditambah 200.000 dinar senilai dengan Rp 471.750.000.000 (empat ratus tujuh
puluh satu miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Menurut kabar dari Suda
binti Auf, salah satu istri Thalhah, bahwa pada saat suaminya wafat, di tangan
bendaharanya ada uang sebesar 2.200.000 dirham, serta tanah dan properti yang
ditaksir bernilai 30 juta dirham. Ibnu Saad menuturkan sebuah kabar dari Amru
bin Ash bahwa Thalhah meninggalkan 100 buhar (kantong dari kulit sapi jantan),
setiap buhar berisi 3 kuintal emas. (Disarikan dari buku Jejak Bisnis Sahabat Rasul)
0 Komentar