~Firman Allah, QS. 21: 107~
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
SEORANG orientalis
kontemporer, Robert Spencer, sangat jujur ketika menyatakan bahwa Islam
adalah the world’s fastest growing-faith: agama (keimanan) yang paling
cepat tumbuh dan berkembang di Barat. (Robert Spencer, Islam Unveiled: Disturbing Questions About the World’s Fastest-Growing Religion (San
Francisco: Encounter Books, 2002). Meskipun harus dicatat, buku ini
berisi banyak tuduhan tak berdasar karena dipenuhi kebencian.
Memang, sejak Perang Salib (Crusades) yang
terjadi berabad-abad Islam menjadi “momok” yang sangat menakutkan bagi
Barat-Kristen. Bahkan setelah runtuhnya Uni Sovyet, Islam menjadi musuh
besar (the great enemy) sekaligus musuh bersama (the common enemy) bagi Barat. Ketika berbicara tentang hubungan Islam dan Barat (Islam and the West),
analis Amerika Serikat, seperti Samuel P. Huntington, bahkan menyatakan
bahwa konflik abad ke-21 antara demokrasi liberal dan Marxis-Leninisme
bersifat permukaan (fleeting) dan superficial (tidak serius), jika
dibandingkan dengan hubungan konflik yang terus-menerus dan mendalam
antara Islam dan Kristianitas. (Lihat, Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (New Delhi-India: Penguin Books, 1997, hlm. 209).
Memang, kata Edward Said, selama hampir
sepanjang Abad Pertengahan dan selama awal zaman Renaisans di Eropa,
Islam dipercaya sebagai agama yang kejam, ingkar, busuk, dan kabur.
Tampaknya tidak menjadi masalah bahwa orang Muslim menganggap Muḥammad
sebagai nabi, bukan Tuhan, tetapi yang menjadi masalah bagi orang
Kristen adalah: bahwa Muḥammad adalah seorang nabi palsu, seorang yang
menanamkan benih-benih perpecahan, seorang pengumbar nafsu, seorang
munafik, dan kaki tangan setan. (Edward W. Said, Covering Islam: Bias Liputan Barat atas Dunia Islam, Terj. A. Asnawi dan Supriyanto Abdullah (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002, hlm. 5).
Bahkan, pasca runtuhnya World Trade Centre
(WTC) pada 11 September 2001, Islam semakin menjadi sorotan Barat dan
dicap sebagai agama teror dan teroris. Satu stigma yang berlebihan
sebenarnya. Hasilnya Iraq dibumi-hanguskan dan Afghanistan yang
dijadikan korban tak berkesudahan. Memang, atas nama “terorisme” dan
“demokrasi”, Barat yang dipimpin Amerika Serikat benar-benar sepakat
bahwa Islam adalah ancaman bagi Barat.
Islam yang Dicintai
Islam yang Dicintai
Fenomena lain tengah terjadi di Barat hari
ini. Gelombang masuknya orang-orang Barat (Kristen, Katolik, bahkan
Yahudi) di Barat menjadi fenomena mencengangkan. Bahkan, bagi sebagian
mereka sangat mengkhawatirkan. Memang, menurut Esposito, pada abad
ke-21, Islam masih menjadi agama terbesar kedua dan agama yang
pertumbuhannya tercepat di dunia. Sebagaimana pada masa lalu, begitu
pula sekarang, akidah dan amaliah Islam menjiwai lebih dari 1,3 milyar
Muslim dan memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat Muslim
dan politik dunia. (John L. Esposito, Islam Warna Warni: Ragam Ekspresi Menuju “Jalan Lurus”, Terj. Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 319).
Sebuah sensus baru 11 Desember 2012 lalu,
menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di
Inggris, Wales, dan Amerika. Khusus di Amerika, menurut sensus yang
dilaksanakan oleh Asosiasi Statistik dari Badan Keagamaan Amerika di
Chicago, ditemukan bahwa Muslim Amerika hampir dua kali lipat naiknya
dalam dekade terakhir. Sensus ini juga menemukan bahwa umat Islam
sekarang lebih banyak daripada orang-orang Yahudi di Amerika Barat
Tengah dan Selatan. Laporan tersebut menghubungkan kenaikan tajam
.jumlah Muslim AS karena konversi dan migrasi. Survei ini juga
memperkirakan bahwa ada lebih dari 2.000 masjid di seluruh Amerika
Serikat dan 166 buah berlokasi di Texas. Penelitian, yang dirilis pada
bulan Februari 2012 lalu. juga menemukan bahwa Muslim AS diperkirakan
sebesar tujuh juta. (Lihat, “Islam Jadi Agama Tercepat di Inggris dan Amerika”, dalam hidayatullah.com, Jum’at, 14 Desember 2012). Bahkan, majalah New York Times menyatakan,
“Setiap tahun, sekitar 25.000 orang menjadi Muslim di Amerika. Pasca 11
September, jumlah orang yang bersyahadat meningkat 4 kali lipat.”
(Lihat, Anwar Holid, Seeking the Truth Finding Islam: Kisah Empat Muallaf Menjadi Duta Islam di Barat (Bandung: Mizania, 1430 H/2009 M), dalam sampul depan).
Fenomena di atas memang mencengangkan,
terutama bagi Barat. Sampai-sampai Dr. Leon Moosavi, seorang dosen di
University of Liverpool sekaligus spesialis dalam sosiologi ras dan
agama, dengan penuh kekhawatiran bertanya, “Why Has the Number of Muslims in the UK Risen So Much?” Menurut
pembacaannya terhadap sensus 2011 tercatat bahwa populasi umat islam di
Inggris (United Kingdom) secara substansial berkembang pesat antara
2001 sampai 2011: dari 1.5 juta menjadi lebih dari 3 juta jiwa.
Proporsinya naik, dari 2% menjadi 5%. Bahkan khusus di London dan
Manchester, jumlah mereka adalah 14% dari jumlah penduduk yang ada. (Dr.
Leon Moosavi, “Why Has the Number of Muslims in the UK Risen So Much?”,
dalam http://www.huffingtonpost.co.uk/dr-leon-moosavi/, 13/12/2001).
Namun bagi umat Islam, apa yang melanda
Barat hari ini adalah pemenuhan atas Firman Allah, karena, sesuai Kitab
Suci Al-Qur’an, Islam memang menjadi karunia bagi alam semesta (raḥmatan
lil-‘ālamīn, Qs. 21: 107). Tidak hanya untuk umat Islam, tapi untuk
siapa saja yang ingin kembali kepada fiṭrah-nya sebagai manusia. Karena
memeluk Islam sejatinya bukan ‘murtad’ dari agama lama, melainkan
kembali kepada kesucian jiwanya. Seperti yang dialami oleh Régis Fayette
Mikano, seorang musisi asal Prancis. Ketika memeluk Islam, ia menemukan
kembali jati dirinya untuk kemudian bangkit setelah mengalami masa
paling suram dalam hidupnya dengan namanya yang baru: Abd al Malik.
Bahasa indahnya kemudian lahir bak pepatah: Bulan Sabit di Atas Eiffel.
(Lihat, Abd al Malik (Régis Fayette Mikano, Bulan Sabit di Atas Eiffel:
Perjalanan Batin Seorang Musisi Muallaf Prancis (Qu’Allah benisse la
France!), Terj. Stella Melani Ismail (Bandung: Mizania, cet. II, 1429
H/2008 M).
Islam memang tidak akan dapat dihadang,
dibendung, apalagi diberangus. Isu-isu miring tentang Islam (seperti:
terorisme, kejam, bengis, jahat, sesat, dan lain sebagainya) tak mampu
menahan laju roda agama yang fiṭrah ini. Ia akan terus menggelinding:
dari Timur ke Barat. Dari Jazirah Arabia ke Eropa. Tak satu pun yang
dapat memadamkan pendar-pendar cahayanya. Karena memang Islam agama
untuk manusia (al-insān) dan kemanusiaan (al-insāniyyah). Karena kaum
beriman akan ditolong Allah untuk menyebarkan Islam (QS. al-Rūm (30):
47). Dan Rasulullah memang sudah menyatakan, seperti yang dituturkan
oleh Tamīm al-Dārī bahwa Islam akan berjalan maju ke seantero
jagad-raya. (HR. Aḥmad, Ibn Ḥajar al-Haitsamī, dan al-Ṭabrānī). Dan yang
paling penting: Islam akan kembali ke Eropa dengan jalan dibebaskannya
Roma. Kemudian disusul dengan dibebaskannya Konstantinopel. Roma adalah
ibu kota Italia hari ini. Dan Konstantinopel adalah Instanbul (Turki)
sekarang.
Kata Syeikh al-Qaraḍāwī, setelah Islam coba
dimusnahkan dua kali dari Eropa, dari Andalusia dan Balkan. Maka ia
akan kembali ke sana melalui pena dan lisan, bukan pedang. Dan dunia
akan membuka kedua-belah tangan dan dadanya untuk menerima Islam setelah
dunia dihancurkan oleh berbagai bentuk filsafat materialisme
(ideologi)-positivisme. Dunia mencari petunjuk ke langit dan hidayah
Allah, dan ternya tidak ditemukan kecuali hanya dalam agama Islam. Timur
dan Barat, kata Rasulullah, akan kembali menerima dan mencintai Islam.
(HR. Muslim, Abū Dāwūd, al-Timidzī, dan Ibn Mājah). (Lebih luas, lihat
Syekh Yusuf al-Qaraḍāwī, al-Mubasysyirāt bi Intiṣār al-Islām (Cairo:
Maktabah Wahbah, cet. III, 1424 H/2004 M).
Kita tinggal menunggu waktu. Dan itu tidak
terlalu lama. Islam akan kembali ke Eropa atas izin Allah dan usaha kaum
Muslimin. Duta-duta Islam di Barat semakin menjamur. Nilai-nilai Islam
terus ditanamkan. Ruh peradaban Islam mulai kelihatan.
Pandangan-hidupnya (Islamic worldview) benar-benar dipertimbangkan. Suatu saat itu memang akan menjadi satu-satunya pilihan. Dalam bahasa Murad Wilfried Hofmann: Der Islam als Alternative (Islam the Alternative), karena memang: The Truth is Only in Islam. Wallāhu al-hādī ilā sabīl al-ḥaqq.*
Penulis adalah pengajar di Pondok
Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah (Medan) dan pengurus Majelis Intelektual
dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Sumatera Utara. Penulis buku “Studi
Kritis Pemikiran Liberal” (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012)
0 Komentar